CONTOH makalah MUDHARABAH Lengkap Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya perbankan syari’ah dengan produk-produk
perbankannya saat ini di kalangan masyarakat membuat penulis tertarik untuk
menggankatnya menjadi Judul satu karya ilmiah. Salah satu produk perbankan syari’ah
yang membuat penulis tertarik mengakatnya dalam karya ilmiah ini adalah produk
pembiyayaan Mudharabah (bagi hasil), karena produk pembiyayaan mudharabah ini
sangat mudah bagi masyaarakat, karena tidak membebani masyarakat seperi sistem
bunga, dan prinsip ini sangat feksibel dimana bagi hasil tergantung pada
pendapatan, sehingga masyarakat kalangan menengah kebawah sangat tertarik
dengan produk ini.
Namun tidak sedikit yang tidak tau tentang pembiyayan ini, baik
dari cara penabungan, penghitungannya, dan yang lainya , oleh karena itu karya
ilmiah ini kami angkat agar bisa membantu memahami dan mengerti akan sistem
pembiyayaan mudharabah ini, dan kami
membuat karya ilmiah ini disebabkan dan didorong oleh permasalahan :
B. Rumusan Masalah
a.
Apa
Defenisi mudharabah secara umum ?
b.
Apa
saja jenis mudharabah ?
c.
Apa
saja dan bagaimana hukum mudharabah ?
d.
Bagimana
rukun mudharabah ?
e.
Apa
dan bagaimana tabungan, deposito, pinalti dalam mudharabah ?
f.
Bagaimana
konsep dan metode bagi hasil ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan penulis dari karya ilmiah ini adalah :
a)
Mengerti Defenisi mudharabah secara umum ?
b)
Mengetahui
dan Mengerti jenis mudharabah ?
c)
Memahami
bagaimana hukum mudharabah ?
d)
Mengerti
rukun mudharabah ?
e)
mengetahui
dan mengerti akan tabungan, deposito,
pinalti dalam mudharabah ?
f)
mengetahui konsep dan metode bagi hasil ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Mudharabah
Investasi mudharabah adalah pembiyaayan yang disalurkan oleh Bank
syari’ah kepada pihak lain untuk satu usaha yang produktif. Secara bahasa
Mudharabah berasal dari kata Dharb yang artinya melakukan perjalanan yang
umumnya untuk berniaga. Dalam pengertian ini, qiradh adalah pemilik modal
memotong sebagai hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan ia juga
akan memotong hasil usahanya. Secara tekhnik, Antonio (2001) mendefinisikan
mudharabah sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana piahak pertama (sahibul maal) menyediakan modal
100%, sedang pihak yang lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat
kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.[1]
Akad mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan investasi yang berdasarkan
kepercayaan. Kepercayaan ini penting karena dalam akad mudharabah, pemilik dana
tidak boleh ikut campur di dalam menajemen perusahaan atau proyek yang
dibiyayai dengan dana. pemilik dana tersebut kecuali sebatas memberikan
saran-saran dan dilakukan pengawasan pada pengelola dana. Hal diatas sesuai
dengan prinsip sistem keuangan syari’ah yaitu bahwa pihak-pihak yang terlibat
dalam suuatu transaksi harus bersama-sama menanggung resiko (berbagai resiko)
dalam hal transaksi mudharabah ; pemilik dana akan menanggung resiko finansial
sedangkan pengelola dana akan memiliki resiko non finansial (waktu, jirih
payah, pikiran, dll). Hal ini sesuai dengan hadis Nabi :
“pungutan itu tergantung pada kekayaan. Sedangkan laba tergantung
pada apa yang mereka sepakati bersama”
Dalam Mudharabah pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah
tertentu untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yang meminta
kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang diperbolehkan
syari’ah.
Misalnya ia memberi modal besar Rp. 100.000.000 dan ia menyatakan
setiap bulan mendapat Rp. 5.000.000 .
dalam mudharabah, pembagian keuntungan harus dalam bentuk presentase nisbah,
misalnya 70 : 30, 70% utuk pengelola dana dan 30% untuk pemilik dana. Sehingga
besarnya keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang dihasilkan.
Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai
proyeksi (predicative value) akan tetapi
harus menggunakan nilai reallisasi keuntungan, yang mengacu pada laporan hasil
usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola dana dan diserahkan pada
pemilik dana.
Agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari maka akad kontrak
perjanjian sebaiknya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dihadari para saksi.
Apabila terjadi perselisihan diantara kedua pihak maka dapat diselesaikan
secara musyawarah oleh mereka berdua melalui badan arbitrase syari’ah.[2]
B. Jenis-Jenis Mudharabah
Ketentuan
Syar’i Mudharabah Menurut PASAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi atas tiga
jenis, yaitu Mudharabah Muqayyadah, mudharabah muthlaqah, mudharabah
musytrakah.
a. Mudharabah Muqayyadah
Merupakan akad perjanjian antara dua belah pihak yaitu Sahibul Maal dan mudharib, yang mana Sahibul
Maal menyerahkan sepenuhnya atas dana yang diinvestasikan kepada mudharib untuk mengelola usaha hanya sesuai dengan
prinsip syari’ah. Sahibul Maal tidak memberi batasan usaha, waktu yang
diperlukan, setartegi pemasarannya, serta wilayah bisnis yang dilakukan.
Sahibul Maal memberikan kewenangan yang sanagt besar kepada mudharib untuk
menjalankan aktivitas usaha asalkan sesuai dengan prinsip syari’ah islam.
b. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Mutlaqah adalah akad mudharabah dimana Sahibul Maal memberikan kebebasan kepada pengelola dana
(mudharib) dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah Mutlaqah dapat disebut
dengan investasi dari pemilik dana kepada bank syari’ah, dan bukan merupakan
kewajiban atau ekuitas bank syari’ah.
Bank syari’ah tidak
mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya apabila terjadi kerugian atas
pengelolaan dana yang bukan disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai
Mudharib. Namun sebaliknya, dalam hal bank syari’ah wajib mengganti semua dana
investasi mudharabah mutlaqah. Jenis investasi Mudhrabah Mutlaqah dalam
aplikasi perbankan syari’ah dapat ditawarkan dalam bentuk tabungan dan
deposito.
c. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah yang pengelola
dananya turut menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Diawal
kerjasama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari
pemilik dana, setelah berjalannya oprasi usaha dengan pertimbangan
tertentu dan kesepakatan dengan pemilik
dana, pengelola dana ikut menanamkan
modalnya dalam usaha tersebut dan akadnya disebut Mudharabah Musytrarakah
(merupakan perpaduan antara akad Mudharabah dan akad Musyarakah).
Ketentuan bagi hasil untuk akad ini
dapat dilakukan dengan 2 pendekatan (PASAK 105 par 34) yaitu :
a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan
pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati, selanjutnya bagi hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagi
musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing , atau
b) Hasil investasi dibagi
antar pengelola dana dan pemilik dana sesui porsi modal masing-masing,
selanjutnya bagi hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
tersebut di bagi antar pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah
yang disepakati. Jika terjadi kerugian investasi, maka kerugian dibagi sesuai
porsi modal para musytarik.[3]
C. Sumber hukum Akad mudharabah
a. Al-Qur’an
“ apabila telah diturunkan shalat maka berterbaranlah kamu dimuka
bumi dan carilah karunia Allah SWT”(QS. Al Jumu'ah : 10)
b. As- sunah
Dari salih bin suaib r.a bahwa rasullulah saw bersabda , “tiga hal
di dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, mudharabah, dan
mencapuradukan dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”(HR.
Ibnu Majah)
Hikmah dari mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada
manusia. Terkadang sebagian orang yang memiliki harta, tetapi tidak mampu
membuatnya menjadi produktif. Terkadang pula, ada orang yang tidak memiliki
harta tapi ia mempu memproduktifkannya. Sehingga akad mudharabah dapat
bermanfaat bagi kedua belah pihak, dimana pemilik dana mendapat manfaat dengan
pengalaman pengelolaan dana, sedang pengelola dana memperoleh manfaat dengan
harta sebagai modal.[4]
D. Rukun Transaksi Mudharabah
Rukun
mudaharabah ada empat :
a.
Pelaku,
terdiri atas (pemilik, dan pengelola dana)
b.
Objek
mudharabah( modal dan kerja)
c.
Ijab
qabul/ serah terima
d.
Nisbah
keuntungan
E. Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan produk penghimpunan dana oleh bank
syariah yang menggunakan akad Mudharabah Mutlaqah. Bank syari’ah bertindak
sebagai Mudharib dan nasabah sebagai Sahibul Maal. Nasabah menyerahkan
pengelolaan dana tabungan mudharabah secara mutlak kepada Mudharib (bank
syariah, tidak ada batasan baik dilihat dari jenis investasi, jangka waktu,
maupun sektor usaha, dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah Islam.
Bank syariah akan membayar bagi hasil kepada nasabah setiap akhir
bulan, sebesar sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan pada saat
pembukaan rekening tabungan mudharabah. Bagi hasil yang diterima nasabah akan
selalu berubah pada akhir bulan. Perubahan bagi hasil ini di sebabkan karena
adanya fluktasi pendapatan bank syariah dan fluktuasi dana tabungan nasabah.
Bagi hasil mudharabah sangat dipengaruhi oleh :
a.
Pendapatan
bank syariah .
b.
Total
investasi Mudharabah Mutlaqah.
c.
Total
investasi produk tabungan Mudharabah.
d.
Rata-rata
saldo tabungan Mudharabah.
e.
Nisbah
tabungan Mudharabah yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian.
f.
Metode
perhitungan bagi hasil yang diberlakukan.
g.
Total
pembiyayan bank syariah.[5]
F. Deposito
Mudharabah
Deposito mudharabah merupakan dana investasi yang ditempatkan oleh
nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu, sesuai dengan kada perjanjian yang
dilakukan antara bank dan nasabah investor. Deposito mudah diprediksi
ketersedianan dananya karena terdapat jangka waktu dalam peneempatannya. Sifat
deposito yaitu penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai jangka waktunya,
sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa nisbah bagi hasil yang diberikan oleh
bank untuk deposito lebih tinggi dibanding dengan tabungan mudharabah.
Contoh, deposito ditempatkan pada 20 juni 2006, dengan jangka waktu
penempatannya satu bulan, maka jatuh temponya adalah pada tanggal 20 juli 2006,
satu bulan setelah deposito ditempatkan. Nasabah pemilik deposito baru dapat
mencairkan dananya pada tanggal 20 juli 2006, yaitu satu bulan setelah
penempatan.
Jangka waktu deposito berjangka ini bervariasi antara lain :
·
Deposito jangka waktu 1 bulan.
·
Deposito jangka waktu 3 bulan.
·
Deposito jangka waktu 6 bulan.
·
Deposito jangka waktu 12 bulan.
·
Deposito jangka waktu 24 bulan.[6]
G. Penalti (Denda)
Penalti merupakan denda yang dibebankan kepada nasabah pemegang
rekening deposito mudharabah apabila nasabah mencairkan depositonya sebelum
jatuh tempo. Penalti ini dibebankan karena bank telah mengestimasikan
penggunaan dana tersebut, sehingga pencairan deposito berjangka sebelum jatuh
tempo dapat mengganggu likuiditas bank. Bank perlu membebankan penalty (denda)
kepada setiap nasabah deposito berjangka yang menarik depositonya sebelum jatuh
tempo. Penalti tidak boleh diakui sebagai pendapatan nasional bank syariah,
akan tetapi digunakan untuk dana kebajikan, yang dimanfaatkan untuk membantu
pihak-pihak yang membutuhkan.
Penalti tidak dibebankan kepada setiap nasabah yang menarik
depositonya sebelum jatuh tempo. Ada nasabah tertentu yang tidak dibebani
penalti ketika menarik dananya yang berasal dari deposito berjangka yang belum
jatuh tempo, misalnya nasabah prima (prime customer), tidak dibebani pebalti.
Hal ini dimaksudkan untuk menarik nasabah dengan memberikan pelayanan prima
kepada nasabah tertentu yang loyal kepada bank, yaitu bebas biaya penalti.
H. Konsep
Bagi Hasil
Bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan
oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak bank
syariah. Dalam hal terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian usaha, maka
hasil atas usaha yang dilakukan oleh kedua pihak atau salah satu pihak, akan
dibagi sesuai dengan porsi masing-masing pihak yang melakukan akad perjanjian.
Pembagian hasil usaha dalam perbankan syariah ditetapkan dengan menggunakan
nisbah. Nisbah yaitu presentase yang disetujui oleh kedua pihak dalam
menentukan bagi hasil atas usaha yang dikerjasamakan.
I. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil
a. Investment Rate
Merupakan presentase dana yang diinvestasikan kembali oleh bank
syariah baik ke dalam pembiayaan maupun penyaluran dana lainnya. Kebijakan ini
diambil karena adanya ketentuan dari Bank Indonesia, bahwa sejumlah presentase
tertentu atas dana yang dihimpun dari masyarakat, tidak boleh diinvestasikan,
akan tetapi harus ditempatkan dalam giro wajib minimum untuk menjaga likuiditas
bank syariah. Giro wajib minimum (GWM) merupakan dana yang wajib dicadangkan
oleh setiap bank untuk mendukung likuiditas bank.
Misalnya, giro wajib minimum sebesar 8%, maka total dana yang dapat
diinvestasikan oleh bank syariah maksimum sebesar 92%. Hal ini akan memengaruhi
terhadap bagi hasil yang diterima oleh nasabah investor.
b. Total Dana Investasi
Total dana investasi yang diterima oleh bank syariah akan
memengaruhi bagi hasil yang diterima oleh nasabah investor. Total dana yang
berasal dari investasi mudharabah dapat dihitung dengan menggunakan saldo minimal
bulanan atau saldo harian. Saldo minimal bulanan merupakan saldo minimal yang
pernah mengendap dalam satu bulan. Saldo minimal akan digunakan sebagai dasar
perhitungan bagi hasil. Saldo harian merupakan saldo rata-rata pengendapan yang
dihitung secara harian, kemudian nominal saldo harian digunakan sebagai dasar
perhitungan bagi hasil.
c. Jenis Dana
Investasi mudharabah dalam penghimpunan dana, dapat ditawarkan
dalam beberapa jenis yaitu ; tabungan mudharabah, deposito mudharabah, dan
sertifikat investasi mudharabah antarbank syariah (SIMA). Setiap jenis dana
investasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga akan berpengaruh
pada besarnya bagi hasil.
d. Nisbah
Nisbah merupakan presentase tertentu yang disebutkan dalam akad
kerja sama usaha (mudharabah dan musyarakah) yang telah disepakati antara bank
dan nasabah investor. Karateristik nisbah akan berbeda-beda dilihat dari
beberapa segi antara lain :
a)
Presentase
nisbah antarbank syariah akan berbeda, hal ini tergantung pada kebijakan masing-masing
bank syariah.
b)
Presentase
nisbah akan berbeda sesuai dengan jenis dana yang dihimpun. Misalnya, nisbah
antara tabungan dan deposito akan berbeda.
c)
Jangka
waktu investasi mudharabah akan berpengaruh pada besarnya presentase nisbah
bagi hasil. Misalnya, nisbah untuk deposito berjangka dengan jangka waktu satu
bulan akan berbeda dengan deposito berjangka dengan jangka waktu tiga bulan dan
seterusnya.
e. Metode Perhitungan Bagi
Hasil
Bagi hasil akan berbeda tergantung pada dasar perhitungan bagi hasil,
yaitu bagi hasil yang dihitung dengan menggunakan konsep revenue sharing dan
bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing. Bagi hasil yang menggunakan
revenue sharing, dihitung dari pendapatan kotor sebelum dikurangi dengan biaya.
Bagi hasil dengan profit/loss sharing dihitung berdasarkan presentase nisbah
dikalikan laba usaha sebelum pajak.
f. Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi akan berpengaruh pada besarnya bagi hasil.
Beberapa kebijakan akuntansi yang akan yang mempengaruhi bagi hasil antara lain
penyusutan. Penyusutan akan berpengaruh pada laba usaha bank. Bila bagi hasil
menggunakan metode profit/loss sharing, maka penyusutan akan berpengaruh pada
bagi hasil, akan tetapi bila menggunakan revenue sharing, maka penyusutan tidak
memengaruhi bagi hasil.
L. Pembayaran Bagi Hasil
Pembayaran bagi hasil akan dibayarkan oleh bank syariah sesuai
dengan investasi mudharabah. Bagi hasil untuk tabungan mudharabah akan
dibayarkan oleh bank syari’ah akan dibayarkan oleh bank setiap akhir bulan.
Dasar perhitungannya yaitu berasal dari total investasi, rata-rata pengenadapan
saldo tabungan mudharabah, rata-rata pembiyayaan dan pendapatan rill pada bulan
laporan.
Bagi hasil untuk investasi mudharabah yang berasala dari deposito
dibayarkan pada tanggal valuta, tanggal pada saat deposito ditempatkan. Bagi
hasil untuk deposito mudharabah dilakukan setiap bulan , meskipun jangka waktu
3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, maupun 24 bulan. Dasar perhitungannya adalah data
keungan pada bulan laporan. Misalnya deposito berjangka dengan jangka waktu 3
bulan yang ditempatkan pada tanggal 11 februari, maka pembayaran bagi hasil
dimulai tanggal 11 maret.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Investasi mudharabah adalah
pembiyaayan yang disalurkan oleh Bank syari’ah kepada pihak lain untuk satu
usaha yang produktif. Secara bahasa Mudharabah berasal dari kata Dharb yang
artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga. Dalam pengertian ini,
qiradh adalah pemilik modal memotong sebagai hartanya untuk diserahkan kepada
pengelola modal, dan ia juga akan memotong hasil usahanya.
Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila
rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian
si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Hikmah dari
mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada manusia. Terkadang sebagian orang
yang memiliki harta, tetapi tidak mampu membuatnya menjadi produktif. Terkadang
pula, ada orang yang tidak memiliki harta tapi ia mempu memproduktifkannya.
Sehingga akad mudharabah dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak, dimana
pemilik dana mendapat manfaat dengan pengalaman pengelolaan dana, sedang
pengelola dana memperoleh manfaat dengan harta sebagai modal.
DAFTAR PUSTAKA
Rizaal yahya dkk, 2009, Akutansi Perbankan Syariah.(jakarta,Salemba
Empat)
Sri nurhayati, wasilah, 2008, Akutansi Syari’ah Di Indonesia, (
Jakarta : Salemba Empat)
Slemet wiyono,2005, Cara mudah memahami akutansi perbankan syari’ah,
(jakarta ; grasindo)
Ismail, Perbankan Syariah,2011,( jakarta : Kencana Prenada Media
Group)
[1] . Rizaal yahya dkk, Akutansi Perbankan Syariah.(jakarta,Salemba Empat,2009)hlm.122
[2] . Sri nurhayati, wasilah, Akutansi Syari’ah Di Indonesia, ( Jakarta : Salemba Empat, 2008). Hlm. 113
[3] . Slemet wiyono, Cara mudah memahami akutansi perbankan syari’ah, (jakarta ; grasindo,2005). Hlm.122
[4] . Ibid, sri nurhayati, wasilah. Hlm.115
[5] . Ibid, ismail.hlm. 89
[6] . Ibid, Rizal Yaya,Aji Erlangga,Ahim Abdurahim .hlm. 110
[7] . Ibid, ismail.hlm. 103
Komentar
Posting Komentar